Isbal adalah إطالة الثياب أسفل من الكعبين وهما العظمان الناتئان البارزان في أسفل الساق , memanjangkan baju melebihi dua mata kaki, Rosulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda :
عَنْ ابْنَ عُمَرَ : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَيْنَمَا رَجُلٌ يَجُرُّ إِزَارَهُ مِنْ الْخُيَلَاءِ خُسِفَ بِهِ فَهُوَ يَتَجَلْجَلُ فِي الْأَرْضِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Dari Ibnu Umar, dia mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Ketika seorang laki-laki memanjangkan kainnya dengan sombong, dia akan ditenggelamkan dengannya dibumi dan menjerit-jerit sampai hari kiamat.” (HR. Bukhari No. 3485. Muslim No. 2088, Ahmad No. 5340)
Pendpapat dari ulama' pun bermacam-macam, ada yang berpendapat bahwa isbal harom secara mutlaq, untuk orang yang sombong ataupun tidak.Diantara mereka adalah Ibn Hajar al-asqolani
وَحَاصِله أَنَّ الْإِسْبَال يَسْتَلْزِم جَرّ الثَّوْب وَجَرّ الثَّوْب يَسْتَلْزِم الْخُيَلَاء وَلَوْ لَمْ يَقْصِد اللَّابِس الْخُيَلَاء ، وَيُؤَيِّدهُ مَا أَخْرَجَهُ أَحْمَد بْن مَنِيع مِنْ وَجْه آخَر عَنْ اِبْن عُمَر فِي أَثْنَاء حَدِيث رَفَعَهُ " وَإِيَّاكَ وَجَرّ الْإِزَار فَإِنَّ جَرّ الْإِزَار مِنْ الْمَخِيلَة " وَأَخْرَجَ الطَّبَرَانِيُّ مِنْ حَدِيث أَبِي أُمَامَةَ " بَيْنَمَا نَحْنُ مَعَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ لَحِقَنَا عَمْرو بْن زُرَارَةَ الْأَنْصَارِيّ فِي حُلَّة إِزَار وَرِدَاء قَدْ أَسْبَلَ ، فَجَعَلَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْخُذ بِنَاحِيَةِ ثَوْبه وَيَتَوَاضَع لِلَّهِ وَيَقُول : عَبْدك وَابْن عَبْدك وَأَمَتك ، حَتَّى سَمِعَهَا عَمْرو فَقَالَ : يَا رَسُول اللَّه إِنِّي حَمْش السَّاقَيْنِ ، فَقَالَ : يَا عَمْرو إِنَّ اللَّه قَدْ أَحْسَنَ كُلّ شَيْء خَلَقَهُ ، يَا عَمْرو إِنَّ اللَّه لَا يُحِبّ الْمُسْبِل " الْحَدِيث
Kesimpulannya, isbal itu melazimkan terjadinya menjulurnya pakaian, dan menjulurkan pakaian melazimkan terjadinya kesombongan, walau pun pemakainya tidak bermaksud sombong. Hal ini dikuatkan oleh riwayat Ahmad bin Mani’ dari jalur lain Ibnu Umar yang dia marfu’kan: “Jauhilah oleh kalian menjulurkan kain sarung, karena sesungguhnya menjulurkan kain sarung merupakan kesombongan (al makhilah).” Ath Thabarani meriwayatkan dari Abu Umamah, “Ketika kami bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kami berjumpa dengan Amru bin Zurarah al Anshari yang mengenakan mantel secara isbal, maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallammengambil bagian tepi pakaiannya merendahkan dirinya kepada Allah, lalu berdoa: “Ya Allah hambaMu, anak hambaMu, anak hambaMu yang perempuan. (bisa juga bermakna “Demi Allah“), sampai akhirnya Amru mendengarkan itu, lalu dia berkata: “Ya Rasulullah sesungguhnya aku merapatkan kedua betisku (maksudnya jalannya tidak dibuat-buat, pen).” Maka nabi bersabda: “Wahau Amru, sesungguhnya Allah telah menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, wahai Amru sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang musbil.” (Ibid. Lihat juga Imam Ash Shan’ani,Subulus Salam, Kitab Al Jami’ Bab Laa Yanzhurullah ila man Jarra Tsaubahu Khuyala’, Juz. 4, Hal.158 )
Di antara ulama' ada juga yang berpendapat makruh jika tidak sombong
وَقَالَ النَّوَوِيّ : الْإِسْبَال تَحْت الْكَعْبَيْنِ لِلْخُيَلَاءِ ، فَإِنْ كَانَ لِغَيْرِهَا فَهُوَ مَكْرُوه ، وَهَكَذَا نَصَّ الشَّافِعِيّ عَلَى الْفَرْق بَيْن الْجَرّ لِلْخُيَلَاءِ وَلِغَيْرِ الْخُيَلَاء ، قَالَ : وَالْمُسْتَحَبّ أَنْ يَكُون الْإِزَار إِلَى نِصْف السَّاق ، وَالْجَائِز بِلَا كَرَاهَة مَا تَحْته إِلَى الْكَعْبَيْنِ ، وَمَا نَزَلَ عَنْ الْكَعْبَيْنِ مَمْنُوع مَنْع تَحْرِيم إِنْ كَانَ لِلْخُيَلَاءِ وَإِلَّا فَمَنْع تَنْزِيه ، لِأَنَّ الْأَحَادِيث الْوَارِدَة فِي الزَّجْر عَنْ الْإِسْبَال مُطْلَقَة فَيَجِب تَقْيِيدهَا بِالْإِسْبَالِ لِلْخُيَلَاءِ اِنْتَهَى
Berkata An Nawawi: “Isbal dibawah mata kaki dengan sombong (haram hukumnya, pen),jika tidak sombong maka makruh. Demikian itu merupakan pendapat Asy Syafi’i tentang perbedaan antara menjulurkan pakaian dengan sombong dan tidak dengan sombong. Dia berkata: Disukai memakai kain sarung sampai setengah betis, dan boleh saja tanpa dimakruhkan jika dibawah betis sampai mata kaki, sedangkan di bawah mata kaki adalah dilarang dengan pelarangan haram jika karena sombong, jika tidak sombong maka itu tanzih. Karena hadits-hadits yang ada yang menyebutkan dosa besar bagi pelaku isbal adalah hadits mutlak (umum), maka wajib mentaqyidkan (mengkhususkan/membatasinya) hadits itu adalah karena isbal yang dimaksud jika disertaikhuyala (sombong). Selesai.” (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, Kitab Al Libas Bab Man Jarra Tsaubahu min Al Khuyala, Juz. 10, Hal. 263. Darul Fikri. Lihat juga Imam Ash Shan’ani, Subulus Salam, Kitab Al Jami’ Bab Laa Yanzhurullah ila man Jarra Tsaubahu Khuyala’, Juz. 4, Hal. 158. Cet. 4, 1960M-1379H. Maktabah Mushtafa Al Baabi Al Halabi. Lihat juga Imam Asy Syaukani, Nailul Authar, Kitab Al Libas Bab Ar Rukhshah fi Al Libas Al Hamil …, Juz. 2, Hal. 114. Maktabah Ad Da’wah )
Sebgian ulama' yang lain berpendapat bahwa hukumnya mubah jika tidak sombong
قَالَ صَاحِبُ الْمُحِيطِ مِنْ الْحَنَفِيَّةِ وَرُوِيَ أَنَّ أَبَا حَنِيفَةَ رَحِمَهُ اللَّهُ ارْتَدَى بِرِدَاءٍ ثَمِينٍ قِيمَتُهُ أَرْبَعُمِائَةِ دِينَارٍ وَكَانَ يَجُرُّهُ عَلَى الْأَرْضِ فَقِيلَ لَهُ أَوَلَسْنَا نُهِينَا عَنْ هَذَا ؟ فَقَالَ إنَّمَا ذَلِكَ لِذَوِي الْخُيَلَاءِ وَلَسْنَا مِنْهُمْ
“Berkata pengarang Al Muhith dari kalangan Hanafiyah, dan diriwayatkan bahwa Abu Hanifah Rahimahullah memakai mantel mahal seharga empat ratus dinar, yang menjulur hingga sampai tanah. Maka ada yang berkata kepadanya: “Bukankah kita dilarang melakukan itu?” Abu Hanifah menjawab: “Sesungguhnya larangan itu hanyalah untuk yang berlaku sombong, sedangkan kita bukan golongan mereka.” (Imam Ibnu Muflih, Al Adab Asy Syar’iyyah, Juz. 4, Hal. 226. Mawqi’ Al Islam)
Yang paling baik adalah agar laki-laki tidak melakukan isbal, sombong atau tidak sombong, karna mengikuti sunnah nabi Muhammad shollallahu alaihi wa sallam.
والله اعلم
Tidak ada komentar:
Posting Komentar