Rabu, 02 Mei 2012

HUKUM ROKOK


Syubhat
Bahaya merokok sudah sering kita dengar, bahkan di setiap bungkus rokok tertera mengenai penyakit-penyakit yang bisa ditimbulkan dari kebiasaan merokok. Tetapi anehnya sering kita melihat ustadz-ustadz yang tidak mengindahkan bahaya itu dan dengan bebas merokok di hadapan umum, dan di kalangan santri pun __terutama santri jawa__ fenomena merokok merupakan hal yang lumrah, hal inilah yang sering dijadikan hujjah oleh orang-orang awam untuk mengkonsumsi rokok tanpa ragu. Sebenarnya bagaimanakah hukum rokok dilihat dari segi pandang syariat ?
Kami menjawab
Di kalangan ulama, hukum rokok telah menjadi hal yang kontroversial, sebab rokok memang merupakan hal baru yang tidak diketemukan di zaman Rasul sehingga tidak ada nash shorih baik dari Al Quran maupun Hadits mengenai hukumnya. Secara ringkas khilaf ulama mengenai rokok adalah sebagai berikut(1) :
1.      Boleh/mubah, karena tidak ada dalil yang dengan jelas mengharamkannya dan mereka menganggap rokok tidak berbahaya bagi kesehatan serta bukan termasuk muskir (perkara yang memabukkan) atau mukhoddir (merusak pikiran).
2.   Makruh, karena tidak ada dalil yang dengan jelas mengharamkannya, akan tetapi karena rokok menimbulkan bau yang tidak sedap baik dari asapnya maupun dari mulut mereka yang mengkonsumsinya, maka mereka menyamakanya dengan hukum mengkonsumsi bawang merah atau bawang putih mentah.
3.        Wajib, jika membahayakan jiwa ketika tidak merokok.
4.        Sunnah, jika dokter ahli yang dapat dipercaya merekomendasikannya sebagai obat bagi penyakitnya.
5.        Haram, dengan pertimbangan sebagai berikut : 
a. Para dokter telah sepakat bahwa rokok dapat membahayakan kesehatan. Mereka yang mengkonsumsinya beresiko terjangkit penyakit kanker, jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin. Sedangkan ajaran islam telah memerintahkan pemeluknya untuk  meninggalkan segala yang membahayakan, sebagaimana firman Allah :
وَلا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ الله يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (195)
“dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (al-baqarah :195)
Dan juga hadits Rasulullah :
" لاضَرَرَ وَلا ضَرَارَ ".
“ janganlah berbuat sesuatu yang membahayakan, dan jangan membalas dengan berbuat sesuatu yang membahayakan”
b.   Mengkonsumsi rokok juga bisa digolongkan sebagai tindakan isrof atau tabdzir (pemborosan) harta(2). Karena membelajaan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaat bahkan berbahaya bagi kesehatan. Dan pemborosan termasuk hal yang diharamkan, sebagaimana firman Allah :
وَآَتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا (26) إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا (27)
“ Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.  Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”, (al-Isra’ : 26-27)
c.    Merokok dapat merubah mental dan watak pecandunya.
Penguraian
Pendapat pertama, yang menyatakan bahwa merokok adalah mubah karena tidak membahayakan kesehatan. Para ahli medis telah menyanggah hal ini dan bersepakat  bahwa rokok sangat berbahaya bagi kesehatan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang(3). Sedangkan mengkonsumsi sesuatu yang membahayakan kesehatan adalah haram menurut kesepakatan ulama’.
Pendapat kedua, yang menyatakan bahwa merokok adalah makruh karena tidak ada dalil tegas yang mengharamkannya. Inipun tersanggah dengan alasan di atas, karena semua yang membahayakan, maka hukumnya berubah menjadi haram. Bahkan wudhu’ yang wajib pun bisa menjadi haram jika orang yang berwudhu` memiliki penyakit yang berbahaya andai terkena air.
Pendapat ketiga, yang menyatakan bahwa merokok adalah wajib ketika membahayakan jiwa jika ditinggalkan. Ini bukanlah hukum asal (hukum yang berlaku dalam keadaan normal) akan tetapi hukum aridhi yang baru bisa berlaku ketika keadaan tersebut benar-benar terjadi, bukan dalam keadaan normal. Oleh karena itu, tidak bisa digunakan sebagai dalil kebolehan merokok, karena bahkan hukum memakan bangkai yang asalnya haram bisa menjadi wajib bagi mereka yang kelaparan dan tidak menemukan hal lain untuk mempertahankan hidupnya.
Pendapat keempat, yang menyatakan kesunahan rokok jika dokter merekomendasikanya sebagai obat. Ini pun hukum aridhi yang tidak bisa djadikan landasan dalam keadaan normal, lagi pula pada kenyataanya para ahli medis telah sepakat mengenai bahaya merokok.
Pendapat terakhir, yang menyatakan keharaman rokok. Pendapat ini menurut kami yang paling tepat ditinjau dari segi dalil, Juga  lebih berhati-hati (ihtiyath). Pendapat ini juga sesuai dengan ruh islam yang menjadikan kesehatan sebagai nikmat yang teramat mahal yang perlu dijaga, serta melarang pemborosan (isrof) dan selalu menganjurkan untuk menyalurkan harta kepada hal-hal yang bermanfaat. Allah Y berfirman :
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالاْقْرَبِينَ وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ الله بِهِ عَلِيمٌ (215)
“ Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: "Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan." Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (al-baqarah: 215).
Oleh karena itu, alangkah indah dan eloknya jika setiap muslim sadar untuk meninggalkan rokok. Terlebih bagi kalangan ustadz, ulama’ dan tokoh agama yang menjadi panutan bagi masyarakat awam. Karena merokok termasuk hal yang tidak berguna bahkan dapat merugikan diri, agama, dan harta. Rasulullah bersabda :
مِنْ حُسْنِ إِسْلامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لا يَعْنِيهِ ، رواه الترمذي واحمد
“ termasuk kesempurnaan islam pada seseorang adalah meninggalkan segala yang tidak manfaat (dalam agama) baginya “ (H.R. Tirmidzi dan Ahmad)
Namun sangatlah ironis, ketika orang-orang di luar islam mulai menyadari bahaya rokok dan berusaha untuk meninggalkanya, justru sebagian ulama muslim, orang-orang yang menjadi uswah/tauladan bagi umat membelanya mati-matian. Ini adalah  contoh negatif yang mencoreng wajah islam. karena perbuatan mereka, banyak orang awam yang  dengan bebas merokok tanpa merasa bersalah dengan menjadikan perbuatan mereka sebagai hujjah, bahkan banyak anak-anak yang belum baligh yang terjerumus dan dengan bebasnya menghisap rokok. Siapakah yang akan bertanggung jawab di hadapan Allah nanti di hari kiamat ?.
Al Habib Abdullah bin Umar as-Syathiri t berkata :
تَسْتَحْسِنُ التُّنْــبَاكَ فِي فِيْكَ # وَتَسْتَحْيِي بِأَنْ تَسْتَعْمِلَ الْمِسْوَاكَا
Kamu menilai bagus rokok di mulutmu, namun kamu malu menggunakan siwak.
وَالشَّرْعُ ثُمَّ الطِّبُّ قَدْ نَهَاكَ عَنْ # ذَاكَ الْأَذَى وَبِفِعْلِ ذَا اَمَــرَاكَا
Padahal syari’at dan medis benar-benar telah melarangmu dari penyakit (rokok) itu, dan dengan menggunakan siwak keduanya (syari’at dan medis) menganjurkanmu.
لَوْ كُنْتَ تَعْكِسُ فِي الْقَضِيَّةِ كَانَ اَوْ # لَى مِنْكَ لَكِنَّ اللَّعِيْنَ اَغْـوَاكَا
Jika kamu membalik kejadian di atas, maka lebih baik bagimu, namun yang terkutuk (syetan) telah menyesatkanmu.
فَلَكَمْ اَضَعْـتَ بِهِ نَفِيْسَ اْلمـَالِ لَوْ # اَنْفَقْتَهُ يَا صَاحِ فِي اُخْـَـراكَا
Berapa banyak engkau hamburkan harta yang bernilai, seandainya saja engkau sedekahkan wahai sahabatku untuk kebahagiaan akhiratmu.
Referensi
 (1) بغية المسترشدين
(مسألة: ك): قال: لم يرد في التنباك حديث عنه ولا أثر عن أحد من السلف، وكل ما يروى فيه من ذلك لا أصل له، بل مكذوب لحدوثه بعد الألف، واختلف العلماء فيه حلاً وحرمة، وألفت فيه التآليف، وأطال كل في الاستدلال لمدعاه، والخلاف فيه واقع بين متأخري الأئمة الأربعة، والذي يظهر أنه إن عرض له ما يحرمه بالنسبة لمن يضره في عقله أو بدنه فحرام، كما يحرم العسل على المحرور والطين لمن يضره، وقد يعرض له ما يبيحه بل يصيره مسنوناً، كما إذا استعمل للتداوي بقول ثقة أو تجربة نفسه بأنه دواء للعلة التي شرب لها، كالتداوي بالنجاسة غير صرف الخمر، وحيث خلا عن تلك العوارض فهو مكروه، إذ الخلاف القوي في الحرمة يفيد الكراهة.
 الموسوعة الطبية الفقهية ص 183- 184
أحكام تدخين التبغ :
مشروعية التدخين : لقد ذهب الفقهاء في حكم تدخين التبغ مذاهب شتى لأنه لا نص فيه, وذلك على النحو الأتي : تحريم التدخين : ذهب بعضهم إلى تحريمه لأنه يسكر في ابتداء تعاطيه إسكارا سريعا, ثم لايزال في كل مرة ينقص شيئا فشيئا حتى يطول الأمد جدا فيصير لايحس به, لكنه يجد نشوة وطربا أحسن عنده من السكر, وأنه يترتب على شربه الإضرار بالبدن, وأن الأطباء أجمعوا على ضرره وثبت عندهم أنه يسبب الكثير من الأمراض مثل سرطانات الرئة والحنجرة واللسان والشفتين والمثانة, كما يسبب الضعف الجنسي, وفيه إضاعة للمال وتبذير منهي عنه .. وقد نص المالكية على تحريمه وكذلك فعل المؤتمر العالمي الإسلامي لمكافحة المسكرات والمخدرات, الذي عقد في الجامعة الإسلامية بالمدينة المنورة في 30/ 5/ 1402 هـ حيث أصدر فتوى بحرمة استعمال التبغ للأضرار التي ذكرناها. إباحة التدخين : وذهب بعضهم إلى إباحته لأنه لم يثبت إسكاره ولاتخديره, مع أن الذي يشربه في البداية يصيبه شيئ من الغشي لكنه لايوجب التحريم, لأن الأصل في الأشياء الإباحة حتى يرد نص بالتحريم فيكون التبغ مباحا جريا على قواعد الشرع وعمومياته. كراهة التدخين : وذهب أكثرهم إلى كراهته لعدم ثبوت أدلة التحريم, وكرهوه لكراهة رائحته قياسا على البصل النيئ والثوم ونحوه. أما من الوجهة الطبية فإننا نميل إلى كراهته كراهة تحريم لما ثبت من أضراره الشديدة على صحة الفرد والمجتمع, وجريا على قاعدة : لا ضرر ولاضرار, ولأنه لم يثبت أن له أية فوائد صحية, وأما ما يدعيه المدخنون من فوائد نفسية للتدخين وأنه يريح الأعصاب ويبهج النفس وغير ذلك من الدعاوى الباطلة فلا تعدو أن تكون أوهاما وتزيينا من الشيطان الذي لايكف عن الكيد لبني أدم ليرديهم ويوقعهم في الإثم والضرر!.
حاشية البجيرمي على الخطيب - (ج 6 / ص 440)
قَوْلُهُ : ( وُصُولُ دُهْنٍ ) وَمِنْهُ دُخَانٌ لَا عَيْنَ فِيهِ كَالْبَخُورِ ، بِخِلَافِ مَا فِيهِ عَيْنٌ كَالدُّخَانِ الْمَشْهُورِ الْآنَ ق ل . وَعِبَارَةُ عَبْدِ الْبَرِّ : وَمِنْهُ يُؤْخَذُ أَنَّ وُصُولَ الدُّخَانِ الَّذِي فِيهِ رَائِحَةُ الْبَخُورِ أَوْ غَيْرِهِ إلَى جَوْفِهِ لَا يَضُرُّ وَإِنْ تَعَمَّدَ فَتْحَ فِيهِ لِذَلِكَ ؛ لِأَنَّهُ لَيْسَ عَيْنًا ، أَيْ فِي الْعُرْفِ ، وَأَمَّا الدُّخَانُ الْحَادِثُ الْآنَ الْمُسَمَّى بِالنَّتِنِ لَعَنَ اللَّهُ مِنْ أَحْدَثَهُ فَإِنَّهُ مِنْ الْبِدَعِ الْقَبِيحَةِ ، فَقَدْ أَفْتَى شَيْخُنَا الزِّيَادِيُّ أَوَّلًا بِأَنَّهُ لَا يُفْطِرُ لِأَنَّهُ إذْ ذَاكَ لَمْ يَكُنْ يَعْرِفُ حَقِيقَتَهُ ، فَلَمَّا رَأَى أَثَرَهُ بِالْبُوصَةِ الَّتِي يَشْرَبُ بِهَا رَجَعَ وَأَفْتَى بِأَنَّهُ يُفْطِرُ .حاشية البجيرمي على الخطيب - (ج 13 / ص 200)
( وَيَحْرُمُ مَا يَضُرُّ الْبَدَنَ أَوْ الْعَقْلَ ) وَمِنْهُ يُعْلَمُ حُرْمَةُ الدُّخَانِ الْمَشْهُورِ لِمَا نُقِلَ عَنْ الثِّقَاتِ أَنَّهُ يُورِثُ الْعَمَى وَالتَّرَهُّلَ وَالتَّنَافِيسَ وَاتِّسَاعَ الْمَجَارِي . ا هـ . ق ل وَقَوْلُهُ : مَا يَضُرُّ الْبَدَنُ قَالَ الْأَذْرَعِيُّ : الْمُرَادُ الضَّرَرُ الْبَيِّنُ الَّذِي لَا يُحْتَمَلُ عَادَةً لَا مُطْلَقُ الضَّرَرِ شَوْبَرِيٌّ .
تحفة الأحوذي - (ج 4 / ص 416)
تَنْبِيهٌ : اِعْلَمْ أَنَّ بَعْضَ أَهْلِ الْعِلْمِ قَدْ اِسْتَدَلَّ عَلَى إِبَاحَةِ أَكْلِ التُّنْبَاكِ وَشُرْبِ دُخَانِهِ بِقَوْلِهِ تَعَالَى { وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا } وَبِالْأَحَادِيثِ الَّتِي تَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْأَصْلَ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ . قَالَ الْقَاضِي الشَّوْكَانِيُّ فِي إِرْشَادِ السَّائِلِ إِلَى أَدِلَّةِ الْمَسَائِلِ بَعْدَمَا أَثْبَتَ أَنَّ كُلَّ مَا فِي الْأَرْضِ حَلَالٌ إِلَّا بِدَلِيلٍ مَا لَفْظُهُ : إِذَا تَقَرَّرَ هَذَا عَلِمْت أَنَّ هَذِهِ الشَّجَرَةَ الَّتِي سَمَّاهَا بَعْضُ النَّاسِ التُّنْبَاكَ وَبَعْضُهُمْ التوتون لَمْ يَأْتِ فِيهَا دَلِيلٌ يَدُلُّ عَلَى تَحْرِيمِهَا وَلَيْسَتْ مِنْ جِنْسِ الْمُسْكِرَاتِ وَلَا مِنْ السُّمُومِ وَلَا مِنْ جِنْسِ مَا يَضُرُّ آجِلًا أَوْ عَاجِلًا ، فَمَنْ زَعَمَ أَنَّهَا حَرَامٌ فَعَلَيْهِ الدَّلِيلُ وَلَا يُفِيدُ مُجَرَّدُ الْقَالِ وَالْقِيلِ اِنْتَهَى . قُلْتُ : لَا شَكَّ فِي أَنَّ الْأَصْلَ فِي الْأَشْيَاءِ الْإِبَاحَةُ لَكِنْ بِشَرْطِ عَدَمِ الْإِضْرَارِ ، وَأَمَّا مَا إِذَا كَانَتْ مُضِرَّةً فِي الْآجِلِ أَوْ الْعَاجِلِ فَكَلَّا ثُمَّ كَلَّا . وَقَدْ أَشَارَ إِلَى ذَلِكَ الشَّوْكَانِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ بِقَوْلِهِ : وَلَا مِنْ جِنْسِ مَا يَضُرُّ آجِلًا أَوْ عَاجِلًا ، وَأَكْلُ التُّنْبَاكَ وَشُرْبُ دُخَانِهِ بِلَا مِرْيَةٍ وَإِضْرَارُهُ عَاجِلًا ظَاهِرٌ غَيْرُ خَفِيٍّ ، وَإِنْ كَانَ لِأَحَدٍ فِيهِ شَكٌّ فَلْيَأْكُلْ مِنْهُ وَزْنَ رُبْعِ دِرْهَمٍ أَوْ سُدُسِهِ ثُمَّ لِيَنْظُرْ كَيْفَ يَدُورُ رَأْسُهُ وَتَخْتَلُّ حَوَاسُّهُ وَتَتَقَلَّبُ نَفْسُهُ حَيْثُ لَا يَقْدِرُ أَنْ يَفْعَلَ شَيْئًا مِنْ أُمُورِ الدُّنْيَا أَوْ الدِّينِ ، بَلْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَقُومَ أَوْ يَمْشِيَ ، وَمَا هَذَا شَأْنُهُ فَهُوَ مُضِرٌّ بِلَا شَكٍّ . فَقَوْلُ الشَّوْكَانِيِّ : وَلَا مِنْ جِنْسِ مَا يَضُرُّ آجِلًا أَمْ عَاجِلًا لَيْسَ بِصَحِيحٍ . وَإِذَا عَرَفْت هَذَا ظَهَرَ لَك أَنَّ إِضْرَارَهُ عَاجِلًا هُوَ الدَّلِيلُ عَلَى عَدَمِ إِبَاحَةِ أَكْلِهِ وَشُرْبِ دُخَانِهِ . هَذَا مَا عِنْدِي وَاَللَّهُ تَعَالَى أَعْلَمُ .
بغية المسترشدين
(مسألة) : التنباك معروف من أقبح الحلال إذ فيه إذهاب الحال والمال، ولا يختار استعماله أكلاً أو سعوطاً أو شرباً لدخانه ذو مروءة من الرجال، وقد أفتى بتحريمه أئمة من أهل الكمال كالقطب سيدنا عبد الله الحداد والعلامة أحمد الهدوان، كما ذكره القطب أحمد بن عمر بن سميط عنهما وغيرهم من أمثالهم، بل أطال في الزجر عنه الحبيب الإمام الحسين ابن الشيخ أبي بكر بن سالم وقال: أخشى على من لم يتب عنه قبل موته أن يموت على سوء الخاتمة والعياذ بالله تعالى. وقد أشبع الفصل فيه بالنقل العلامة عبد الله باسودان في فيض الأسرار وشرح الخطبة وذكر من ألف في تحريمه كالقليوبي وابن علان وأورد فيه حديثاً، وقال الحساوي في تثبيت الفؤاد من كلام القطب الحداد أقول: ورأيت معزواً لتفسير المقنع الكبير قال النبي : «يا أبا هريرة يأتي أقوام في آخر الزمان يداومون هذا الدخان وهم يقولون نحن من أمة محمد وليسوا من أمتي ولا أقول لهم أمة لكنهم من السوام» قال أبو هريرة: وسألته : كيف نبت؟ قال: «إنه نبت من بول إبليس، فهل يستوي الإيمان في قلب من يشرب بول الشيطان؟ ولعن من غرسها ونقلها وباعها» . قال عليه الصلاة والسلام: «يدخلهم الله النار وإنها شجرة خبيثة» اهـ ملخصاً اهـ. ورأيت بخط العلامة أحمد بن حسن الحداد على تثبيت الفؤاد: سمعت بعض المحبين قال: إن والدي يشرب النتن خفية وكان متعلقاً ببعض أكابر آل أبي علوي، فلما مات رأيته فسألته: ما فعل الله بك؟ قال: شفع فيَّ فلان المتقدم إلا في التنباك فهو يؤذيني وأراني في قبره ثقباً يجيء منه الدخان يؤذيه وقال له: إن شفاعة الأولياء ممنوعة في شرب التنباك. وقال لي بعضهم: رأيت والدي وكان صالحاً لكنه كان ينشق التنباك، فرأيته بعد موته قال: إن الناشق للتنباك عليه نصف إثم الشارب فالحذر منه اهـ. وقال الولي المكاشف للشريف عبد العزيز الدباغ: أجمع أهل الديوان من الأولياء على حرمة هذا النتن الخ.  فائدة : قال السيوطي في الأشباه والنظائر: قال بعضهم مراتب الأكل خمس: ضرورة، وحاجة، ومنفعة، وزينة، وفضول. فالضرورة بلوغه إلى حدّ إذا لم يتناول الممنوع هلك أو قارب وهذا يبيح تناول الحرام. والحاجة كالجائع الذي لو لم يجد ما يأكله لم يهلك غير أنه يكون في جهد ومشقة وهذا لا يبيح الحرام. والزينة والمنفعة كالمشتهي الحلوى والسكر والثوب المنسوج بالحرير والكتان. والفضول كالتوسع بأكل الحرام والشبهات.
البيجوري / 1 / 343
(قوله : ولا بيع ما لا منفعة فيه) قيل منه الدخان المعروف لأنه لا منفعة فيه بل يحرم استعماله لأن فيه ضررا كبيرا وهذا ضعيف وكذا القول بأنه مباح، والمعتمد انه مكروه بل قد تعتريه الوجوب كما اذا يعلم الضرر بتركه وحينئذ فبيعه صحيح، وقد تعتريه الحرمة كما اذا كان يشتريه بما يحتاجه لنفقة عياله او تيقن ضرره اهـ
قرة العين بفتاوى اسماعيل زين / 225
سؤال : ما حكم شرب الدخان في المسجد بغير تلويث له كأن كان هناك طفايات معدة لذلك ؟
الجواب والله الموفق للصواب : ان شرب الدخان من حيث هو مكروه عند الشافعية وبعض العلماء وعند بعضهم حرام لكونه من الأشياء ذوات الروائح الخبيثة بالإضافة الى ما فيه من تلويث الفم والصدر وصرف بعض الأموال. اما اذا كان في المسجد كما ذكر في السؤال او في غيره من مجالس العلم فهو حرام لما فيه من من انتهاك حرمة المكان لأن الله تعالى يقول " فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ " اي اوجب الله وامر ان تعظم وتحترم، وشرب الدخان فيها ينافي الإحترام والتعظيم ويخشى على فاعلخ سوء الخاتمة لهذا اذا لم يكن هناك قصد للإنتهاك والا فان قصد شارب الدخان في المسجد المعاندة والإنتهاك فلا شك انه يرتد والعياذ بالله والمساجد من شعائر الله التي يجب تعظيمها.
(2)مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج  - (ج 8 / ص 39)
( و الْأَصَحُّ أَنَّ صَرْفَهُ ) أَيْ الْمَالَ وَإِنْ كَثُرَ ( فِي الصَّدَقَةِ ، وَ ) بَاقِي ( وُجُوهِ الْخَيْرِ ) كَالْعِتْقِ ( وَالْمَطَاعِمِ وَالْمَلَابِسِ الَّتِي لَا تَلِيقُ بِحَالِهِ لَيْسَ بِتَبْذِيرٍ ) أَمَّا فِي الْأُولَى فَلِأَنَّ لَهُ فِي الصَّرْفِ فِي الْخَيْرِ غَرَضًا وَهُوَ الثَّوَابُ ، فَإِنَّهُ لَا سَرَفَ فِي الْخَيْرِ كَمَا لَا خَيْرَ فِي السَّرَفِ ، وَحَقِيقَةُ السَّرَفِ : مَا لَا يُكْسِبُ حَمْدًا فِي الْعَاجِلِ وَلَا أَجْرًا فِي الْآجِلِ ، وَمُقَابِلُ الْأَصَحِّ فِيهَا يَكُونُ مُبَذِّرًا إنْ بَلَغَ مُفَرِّطًا فِي الْإِنْفَاقِ
بغية المسترشدين
(مسألة: ب): يحرم بيع التنباك ممن يشربه أو يسقيه غيره، ويصح لأنه مال كبيع السيف، ونحو الرصاص والبارود من قاطع الطريق، والأمرد لمن عرف بالفجور، والعنب ممن يتخذه خمراً ولو ظناً، فينبغي لكل متدين أن يجتنب الاتجار في ذلك، ويكره ثمنه كراهة شديدة. أما بيع آلة الحرب من الحربي فباطل، ويجوز خلط الطعام الرديء بالطعام الجيد إن كان ظاهراً يعلمه المشتري، وليس ذلك من الغشّ المحرم، وإن كان الأولى اجتنابه، إذ ضابط الغشّ أن يعلم ذو السلعة فيها شيئاً لو اطلع عليه مريدها لم يأخذها بذلك المقابل فيجب إعلامه حينئذ.
(3)مع الناس / 2/ 39 للشيخ محمد سعيد رمضان البوطي
ما حكم بيع الدخان ؟ حكم التبغ من حيث تعاطيه والتعامل المالي به يتبع قرار الأطباء في اثره على جسم الإنسان ومن المعلوم ان اطباء العالم متفقون على انه يسبب اضرارا متنوعة في جسم الشخص الذي يتعاطاه اذن فالشرع يقرر وجوب تجنبه وحرمة استعماله، وكل ما حرم بيعه وشراؤه والقاعدة الشرعية في ذلك وهي حديث رسول الله r " لا ضرر ولا ضرار ".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar